Gambar 1 Logo 67 tahun Konferensi Asia-Afrika/Foto: Museum Konperensi Asia Afrika (MKAA)
JT- 67 tahun sudah Konferensi Asia Afrika (KAA) pertama kali diselenggarakan pada tanggal 18-24 April 1995. Konferensi ini dihadiri oleh negara anggota yang berasal dari negara-negara benua Asia dan Afrika. Penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika merupakan tindak lanjut dari konferensi di Kota Kolombo, Sri Lanka. Lima perwakilan negara berkumpul di ibu kota negara tersebut hingga dilanjutkan dengan konferensi yang diselenggarakan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 28-29 Desember 1954. Perencanan dan persiapan Konferensi Asia Afrika menjadi pembahasan utama dalam pertemuan tersebut agar penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika di tahun 1995 berjalan lancar.
Lima negara sponsor yang diwakili oleh lima perdana menteri yaitu dari Birma (Myanmar) diwakili PM U Nu, India diwakili oleh PM Jawaharlal Nehrzu, Pakistan diwakili oleh Mohamad Ali Bogra, Sri Lanka (Ceylon) diwakili oleh Sir John Kotelawala, dan Indonesia diwakili oleh PM Ali Sastroamidjojo. Keputusan sengit mengenai negara mana saja yang akan diundang sempat meruak dalam konferensi yang digelar di Istana Bogor tersebut. Pakistan dan Sri Lanka menolak agar China tidak diundang terkait bahayanya subversive activities of international communism.
Di sisi lain, Myanmar dan India justru meminta agar China diundang sementara Indonesia bersifat netral. PM Ali dari Pakistan secara tegas bahwa jika China di undang maka Thailand, Philipina, dan negara-negara Arab tidak akan hadir pada Konferensi Asia Afrika. Namun akibat pernyataan PM Pakistan tersebut, PM Birma U Nu menyebut jika Arab dan China tidak hadir, maka Konferensi Asia Afrika tidak akan berjalan dengan sukses. Oleh karena itu, PM Pakistan akhirnya menyetujui agar China diundang. Akan tetapi, masih terdapat empat negara yang ditolak dan tidak jadi diundang yaitu Korea Utara, Korea Selatan, Mongolia dan Israel.
Seperti dijelaskan oleh Sekretaris Jenderal Konferensi Asia Afrika 1955 yaitu Roeslan Abdulgani dalam bukunya yang berjudul The Bandung Connection Konferensi Asia Afrika, pada akhirnya 29 negara dari benua Asia dan Afrika termasuk lima negara sponsor hadir dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung dan satu negara batal hadir yaitu Central African Federation.
Konferensi Asia Afrika digelar pada tanggal 18-24 April 1955 di Gedung Merdeka yang dulu dinamai Societiet Concordia dan Gedung Dwi Warna atau dulu dikenal dengan Gedung Dana Pensiun. Pembukaan konferensi ini diselenggarakan pada tanggal 18 April 1995. Para delegasi negara yang hadir berjalan kaki dari Hotel Grand Preanger, Hotel Savoy Homann, Bungalow dan lokasi lainnya menuju Gedung Merdeka.Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai Bandung Historical Walk (Langkah Jalan Kaki Bersejarah di Bandung). Sementara itu, para jurnalis baik dari Asia, Eropa, maupun benua lainnya, menginap di Hotel Swarha yang letaknya persis di samping Masjid Raya Bandung yang kini hotel tersebut nampak kumuh karena hanya bagian bawah saja yang nampak masih dipakai oleh sejumlah pedagang makanan dan pakaian.
Tujuan dari Konferensi Asia Afrika pada dasarnya adalah untuk menyatukan negara-negara bekas jajahan di benua Asia-Afrika agar bersikap netral, tidak memihak blok Barat yaitu Amerika Serikat atau blok Timur yaitu Uni Soviet atau yang kini dikenal dengan Rusia. Karena pada saat itu terjadi perang dingin diantara keduanya. Tentunya selain untuk lepas dari bayang-bayang kolonialisme dan imperialisme, juga terdapat 10 poin yang lebih dikenal sebagai Dasasila Bandung yang dijadikan pokok. Sebanyak 4 prinsip utama yang ditetapkan yaitu hidup berdampingan secara damai, menghormati kedaulatan negara-negara di dunia, kesetaraan, dan kerjasama internasional. Secara tidak langsung konferensi ini berupaya untuk melawan dua blok yang sudah ada sebelumnya.
Terkenal dan berpengaruhnya konferensi ini membuat majalah Times sempat menjelekkan Indonesia sebagai pengemis dan seakan mereka tidak mengakui konferensi tersebut. Namun setelah terlaksananya konferensi ini, berbagai pengamat internasional khususnya dari Amerika dan negara Barat lainnya secara terang-terangan memuji Indonesia dan Konferensi Asia Afrika di tahun 1955.
Berbagai permasalahan dalam Panitia Politik dihari penutupan Konferensi Asia Afrika akibat pernyataan delegasi Vietnam Selatan yang menuduh PM India Jawaharlal Nehru sebagai antek asing membuat ruangan sidang menjadi panas. Sampai-sampai Rapporteur atau pencatatan sidang yang merupakan delegasi darin negara Thailand yaitu Pangeran Wan Yang meminta agar PM Indonesia Ali Sastroamidjojo membantu Panitia Politik karena sejumlah Panitia perumusnya bergegas meninggalkan ruang sidang. Pada akhirnya dead clock tersebut dapat diselesaikan setelah PM Ali datang. Permasalahan tersebut selesai dan resmi ditutup oleh PM Ali di Gedung Dwi Warna tepat pada pukul 17.45.
Pada akhirnya semua diminta untuk berkumpul di Gedung Merdeka karena konferensi akan segera ditutup. Tepat pada pukul 21.30 Konferensi Asia Afrika resmi ditutup. Suara riuh sukacita sekaligus sedih tergambar jelas dari sorot wajah para delegasi yang hadir karena berakhirnya konferensi tersebut.
Pada peringatan ke-25 tahunmya Konferensi Asia Afrika, Museum Konferensi Asia Afrika didirikan sebagai upaya merawat sekaligus melestarikan nilai-nilai dari Konferensi Asia Afrika. Pendirian museum ini merupakan inisiatif Mochtar Kusumaatmadja selaku kementrian luar negeri RI pada saat itu. Museum Konferensi Asia Afrika diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 24 April 1980. Pada saat yang sama, buku bertajuk The Bandung Connection hasil karya dari Sekretaris Jenderal Konferensi Asia Afrika, Roeslan Abdulgani resmi diterbitkan. Buku tersebut merupakan bentuk penyelamatan nilai-nilai dari Konferensi Asia Afrika agar tetap diingat dan dilestarikan khususnya untuk generasi muda di masa yang akan datang.
Di tahun 2005, sebanyak 59 negara hadir di Kota Bandung untuk memperingati setengah abad Konferensi Asia Afrika. Di tahun 2015, sebanyak 108 negara ditambah Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) hadir untuk memperingati 60 tahun Konferensi Asia Afrika yang acaranya diselenggarakan di Kota Bandung dan Jakarta. Di tahun 2015, peringatan KAA sangat terasa meriahnya karena seluruh pihak hingga masyarakat biasa turut andil mempercantik Kota Bandung.
Pada tanggal 11 Februari 2011, sebuah komunitas yang bernama Sahabat Museum Konferensi Asia Afrika (SMKAA) resmi didirikan oleh pegiat literasi Deni Rachman bersama dengan Iis Tjuhartika Pandita, Wisnu Aji, dan Ceu Eno. Komunitas ini merupakan bentuk upaya dalam meningkatkan kecintaan dan pengenalan nilai-nilai KAA kepada masyarakat. Tidak hanya itu, komintas SMKAA ini menaungi 11 klab sebagai wadah anak muda untuk mengimplementasikan semangat Bandung dengan berbagai kegiatan yang sesuai dengan minat dan bakat serta berbagai kegiatan Museum Konferensi Asia Afrika yang ikut dilibatkan didalamnya.
Tahun ini, peringatan 67 Tahun Konferensi Asia Afrika digelar yang diawali dengan upacara pengibaran bendera 109 negara termasuk bendera PBB di sekeliling Gedung Merdeka. Selain itu, Recover Together Recover Stronger (Pulih Bersama Bangkit Perkasa) menjadi tema yang diusung pada tahun ini.
Tema ini sesuai dengan tema perhelatan Group 20 (G20) yang dimana seperti kita ketahui, Indonesia di tahun 2022 terpilih sebagai Presidensi G20 yang puncaknya akan berlangsung pada bulan November tahun ini di Bali. Pemilihan tema peringatan 67 Tahun Konferensi Asia Afrika ini tentu karena Museum Konferensi Asia Afrika berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri. Nilai-nilai Konferensi Asia Afrika harus tetap kita jaga dan lestarikan karena memiliki relevansi dengan khidupan saat ini. Terutama ditengah konflik Rusia dan Ukraina beserta sekutunya yaitu Amerika yang sudah berlangsung sejak tanggal 24 Februari 2022.
Penulis: Muhamad Iqbal Al Hilal
Editor : Nabila Eva Hilfani
Artikel merupakan republikasi dan sudah pernah ditayangkan di Kompasiana dengan judul yang sama. Proses penayangan ulang tulisan sudah mendapatkan izin dari penulis.