SMKAA-Landoeng atau disapa Abah Landoeng lahir di Bandung pada 11 Juli 1926. Beliau menempuh pendidikannya di Algemeen Metddelbare School (AMS) dikarenakan ayahnya merupakan seorang mandor yang turut dalam pembangunan Gedung Sate. Landoeng pada saat muda biasa bekerja sebagai pengambil bola di lapangan golf dan tenis. Dari pekerjaannya, ia mengumpulkan sen demi sen untuk membeli beras dan sembako.
Setelah lulus dari AMS, sekitar tahun 1942, Landoeng muda berkeliling Kota Bandung dengan sepeda kumbangnya. Ia akan bertanya kepada tukang panggul atau petani yang ditemuinya, apakah mereka bisa membaca. Jika belum, Landoeng akan berhenti dan mengajar mereka membaca dengan papan tulis kecil dan kapur yang ia letakkan di sepeda kumbangnya. Landoeng juga mengajari para saudagar kaya di Pasar Baru yang juga buta huruf. Dari para saudagar kaya ini lah, Landoeng biasanya mendapatkan makanan dan minuman.
Pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, Landoeng muda berkeliling Kota Bandung dengan sepeda kumbangnya. Ia memperjuangkan pendidikan dengan cara mengajar lewat membaca bagi orang-orang yang buta huruf dan salah satu kisah dari beliau pada saat berjuangnya itu ketika sedang bersepeda dan bertemu dengan para Petani dan ditanyakan apakah bisa membaca.
Mereka pun tidak bisa dengan pengakuan mereka sendiri sehingga ia berhenti bersepeda dan secara tidak langsung diajarkan membaca. Pada saat kemerdekaan, belaiu diangkat menjadi guru di SMPN 4 Bandung.
Fakta unik dari beliau pun yakni beliau adalah Guru Iwan Fals semasa beliau menimba ilmunya di Bandung dan beliau pun mengajar anak-anak pemimpin pasukan Siliwangi Jenderal Ibrahim Adjie dan Gubernur Sanusi Hardjadinata yang dititipkan padanya.
Namun, walaupun statusnya Guru pun beliau ikut andil dalam perang melawan penjajahan Belanda dan Jepang. Setelah perang kemerdekaan, tahun 1950 beliau diberangkatkan ke Malaysia untuk mengatasi masalah buta huruf.
Pada tahun 1955, beliau menjadi bagian pelaksanaan Konferensi Asia-Afrika yang mana seperti dikutip dari Detik.com, bahwa pada saat Landoeng berusia 28 tahun. Profesinya guru. Landoeng muda diminta bantuan sahabat dekatnya, Soewarma, salah satu bos Subdealer Mercy di Bandung. Soewarma merupakan Koordinator Transportasi KAA dan beliau menyampaikan kalau mobil yang dikumpulkan itu berjumlah 14 buah Mobil.
Ternyata tidak semudah itu untuk mencari mobil, karena menurut Abah Landoeng sendiri pada saat itu Bandung jarang sekali yang memiliki Mobil.Sehingga, Landoeng sigap menyambagi relasinya di sejumlah lokasi Kota Bandung. Niat tulusnya demi menyukseskan perhelatan internasional tersebut menuai hasil. Landoeng mampu mengumpulkan mobil merek tersohor antara lain Mercy, Dodge, Impala dan Morris.
Dia memperoleh mobil itu dari sejumlah orang di antaranya Muhammad Safak, Udin, Endang, dan Tubagus Drajat Marta. Beliau pun menyampaikan bahwa “Satu orang itu ada yang meminjamkan dua hingga tiga mobil. Semua mobil itu tidak disewa. Pemiliknya tahu kalau mobilnya akan digunakan delegasi KAA dan Mobil-mobil untuk para delegasi selama empat hari di Bandung,” Maka, dapat disimpulkan kalau pencarian mobil tersebut tidaklah mudah.
Abah Landoeng pun pernah dititahkan oleh Presiden Sukarno sebagai Pawang Hujan. Setelah KAA, Abah pun kembali menjadi seorang guru dan pada tahun 1963 beliau diberangkatkan atas permintaan Sukarno ke Malaysia untuk memberantas buta huruf yang ada di negeri Jiran tersebut.
Pria yang kini telah memasuki usia senja ini juga pernah menjadi bagian penting dalam pembuatan lagu Oemar Bakrie dan fakta unik yang belum disebutkan kalau baik sahabatnya maupun muridnya Abah Landoeng ini adalah seorang pejabat tertinggi di Jawa Barat yang mana Ridwan Kamil adalah muridnya Abah Landoeng yang menjadi Gubernur Jawa Barat 2018-2023 dan sahabatnya Solihin GP adalah Gubernur Jawa barat 1970-1975.
Penulis: Edukator/ Senore Arthomy Amadeus.
Editor : JT/ Muhamad Iqbal Alhilal.