SMKAA-Konferensi Asia-Afrika (KAA) berhasil dilaksanakan di Gedung Merdeka Bandung, pada 18-24 April 1955. Konferensi ini menjadi tonggak sejarah persatuan negara di Asia dan Afrika dalam melawan penjajahan. Dihadiri 29 negara, Mesir pun ikut serta dalam pertemuan Konferensi Asia-Afrika (KAA) yang dihadiri Gamal Abdel Nasser. Pertemuan ini juga menjadikan motivasi untuk nasionalisasi Terusan Suez dan penghapusan kolonialisme di Mesir.
Siapa Gamal Abdel Nasser?
Gamal Abdel Nasser Hussein adalah Presiden kedua Mesir dan salah satu negarawan Arab terkemuka dalam sejarah. Ia lahir di Mesir tepatnya di wilayah Alexandria, pada 15 januari 1918. Dilansir dari Britannica, Gamal berasal dari keluarga kelas menengah dengan ayah sebagai pegawai pos. Semasa hidupnya, ia selalu berpindah-pindah tempat dan menjalani pendidikan di berbagai kota di Mesir. Ia juga disebut sebagai siswa yang bermasalah dengan guru-guru sekolahnya (beberapa dari mereka orang Inggris). Sejak dulu, Gamal juga aktif dalam mengikuti demonstrasi jalanan anti-Inggris. Di salah satu demonstrasi, ia bahkan pernah menerima pukulan di dahi yang meninggalkan bekas luka seumur hidup.
Setelah lulus sekolah menengah, Gamal melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi hukum selama beberapa bulan sembari menyiapkan diri untuk masuk ke Akademi Militer Kerajaan. Pada tahun 1937, ia akhirnya diterima di Akademi Militer Kerajaan Mesir dan lulus sebagai letnan dua. Selama bertugas di Sudan saat Perang Dunia II, Gamal bertemu dengan tiga perwira lain seperti Zakaria Mohieddine, yang nantinya menjadi wakil presiden Republik Arab Bersatu; Abdel Hakim Amer, yang nantinya menjadi panglima lapangan; dan Anwar Sadat, yang menggantikan Gamal menjadi presiden. Mereka bersama-sama merencanakan sebuah organisasi revolusioner yang rahasia bernama “Free Officer” atau “Perwira Bebas” dengan tujuan untuk menggulingkan Inggris dan keluarga kerajaan Mesir yang saat itu dipimpin oleh Raja Farouk.
Pada tanggal 23 Juli 1952, Gamal dan 89 Perwira Bebas lainnya melancarkan kudeta untuk menggulingkan pemerintahan Raja Farouk. Dilansir dari Kompas.com, kudeta tersebut merupakan luapan dari ketidakpuasan militer terhadap pemerintahan yang terjadi banyak korupsi. Perwira Bebas membawa ultimatum kepada Raja Farouk untuk mengubah Undang-Undang Dasar Mesir, membubarkan parlemen, dan mengusir pasukan Inggris. Pada 26 Juli 1952, Raja Farouk meninggalkan Mesir dan pemerintahannya pun berakhir dan diganti dengan Dewan Komando Revolusioner untuk mengisi kekosongan pemerintah yang masih dikendalikan oleh Gamal Abdel Nasser dengan Muhammad Naguib sebagai kepala negara boneka. Pada tahun 1954, Gamal kemudian muncul kembali menggulingkan Naguib dan mengangkat dirinya sebagai perdana menteri Mesir.
Pada tahun 1956, Gamal Abdel Nasser Akhirnya menjadi Presiden Mesir setelah memenangkan suara. Hal ini terjadi, dikarenakan ia satu-satunya kandidat dalam pemungutan suara. Ia juga memiliki banyak jabatan dan prestasi dalam perjalanannya, seperti:
• Perwira militer Mesir.
• Perdana menteri (1954–1956).
• Presiden Mesir (1956–1970) yang menjadi pemimpin kontroversial dunia Arab.
• Menciptakan Republik Persatuan Arab (1958–1961)
• Dua kali berperang dengan Israel (1956 dan 1967)
• Terlibat dalam kebijakan antar-Arab seperti menengahi Yordania perang saudara (1970).
Selama kepemimpinannya, ia juga banyak melakukan reformasi dalam berbagai bidang. Mulai dari politik, ekonomi, hingga hubungan Internasional. Salah satu gebrakan luar biasa yang dilakukan olehnya adalah menasionalisasikan Terusan Suez yang dipengaruhi oleh Konferensi Asia-Afrika 1955.
Kehadiran Gamal Abdul Nasser dalam Konferensi Asia-Afrika dan Pengaruhnya
Mesir menjadi salah satu negara dari Afrika yang hadir dalam pertemuan Konferensi Asia-Afrika (KAA) pada tahun 1955. Diadakan di Bandung pada 18-24 April 1955, konferensi ini memiliki tujuan untuk mendorong kerja sama antar negara Asia-Afrika dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, serta mendorong perdamaian dunia. Memaknai seberapa pentingnya Konferensi Asia-Afrika (KAA) untuk negara di Asia dan Afrika, Gamal Abdel Nasser dari Mesir pun ikut menghadiri pertemuan.
Kehadiran Gamal dalam konferensi menjadi motivasi bagi Mesir untuk merebut hak-haknya dari tangan kolonial. Tepat setahun kemudian, saat sudah menjadi presiden, Gamal secara mengejutkan menasionalisasi Terusan Suez dalam pidatonya pada 26 Juli 1956. Keputusan berani ini membawa kejutan dan kemarahan bagi negara-negara yang memiliki kepentingan di Terusan Suez, seperti Inggris dan Prancis. Sehingga, akibat nasional ini memunculkan peristiwa Krisis Suez 1956 yang terjadi antara Mesir melawan Inggris, Prancis dan Israel.
Faktor utama Gamal Abdel Nasser sendiri dalam menasionalisasi Terusan Suez, dipengaruhi oleh pembatalan bantuan dana dari AS dan Inggris untuk pembangunan Bendungan Aswan. Kebutuhan akan ekonomi mendorong Gamal untuk menasionalisasi Terusan Suez dan memotong kepentingan negara Inggris dan Prancis. Bendungan Aswan begitu penting untuk dibuat demi kesejahteraan Mesir dan Terusan Suez adalah satu-satunya penyumbang terbesar yang dapat membantu pendanaan Bendungan Aswan kala itu.
Permasalahan nasionalisasi yang berujung pada Krisis Suez ini menjadi sangat penting untuk segera diselesaikan. Apalagi Mesir mencoba mencari bantuan terhadap negara-negara Arab dan Uni Soviet yang membuat AS kalang kabut. Penyerangan Inggris dan Prancis terhadap Mesir pun terselesaikan melalui tekanan internasional dari AS yang meminta negara-negara tersebut mundur dari operasi militer. Kemunduran Inggris dan Prancis dalam Krisis Suez bukan hanya menjadi kesuksesan nasional tetapi juga menandakan berakhirnya kolonialisasi di Mesir.
Kehadiran Gamal Abdel Nasser dalam Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955 membawa motivasi yang lebih kuat untuk semakin lepas dari kolonialisme. Gamal Abdel Nasser adalah sosok negarawan Arab yang hebat, terlepas dari segala kontroversinya. Khususnya setelah ia dengan berani menasionalisasi Terusan Suez dan melawan kolonialisme di Mesir. Perjuangannya begitu panjang dan berpengaruh sehingga pasca kematiannya pun, ia tetap dikenang dan dihormati oleh Mesir dan dunia.
Penulis: JT/Sofi Nur Meilina
Editor: Global Literasi/Euis Siti Sopiah