Globlit-Kura-kura tersebut terengah. Jalannya semakin melambat. Keringat pun mulai bercucuran dari tubuhnya.
“Heii, Kelinci, tunggu!” teriak kura-kura itu.
“Aku duluan, ya. Abis kamu jalannya lambat banget, Kura-Kura…” balas kelinci dengan lambaian tangan dan berlari cepat menjauhi kura-kura.
Kelinci pun hilang dari pandangan kura-kura.
Bukannya memaksakan diri, namun kura-kura berusaha sekuat ini karena ingin seperti kelinci yang telah menjamah banyak tempat, sehingga ia pun bertekad untuk melakukan seperti yang kelinci lakukan; menemukan hal-hal baru; berkenalan dengan teman-teman baru; dan mencicipi makanan-makanan dengan segala keunikan rasanya. Segalanya baru. Itu yang kura-kura inginkan. Namun, kita mengetahui, dan kura-kura pun mengetahuinya, kalau ia hanyalah seekor kura-kura yang berjalan sangat lambat. Yang kadang membuatnya sangat kesal.
Matahari pun mulai condong ke arah barat. Lembayung senja pun mulai menampakkan dirinya.
“Halo, Kura-Kura. Kamu masih di sini?” tanya kelinci yang telah kembali dari perjalanannya.
Kura-kura dengan terengah-engah menjawab dengan kesal, “Iyalah, aku ini hanya kura-kura!”
“Aih, mengapa mesti marah, Kura-Kura?’
Kura-kura tak membalasnya.
“Eh, aku punya cerita dari perjalanan tadi nih, Kura-Kura,” ujar sang kelinci tanpa memedulikan wajah kesal kura-kura. “Aku tadi pergi ke utara, menemukan hutan baru, dan juga menemukan hewan-hewan baru. Salah satu yang menarik adalah aku menemukan sejenis kera seperti kera di hutan kita sebelumnya, namun dengan badan yang lebih besar dan bulu yang berwarna merah kecokelatan…” kelinci pun terus berceloteh sepanjang perjalanan tentang hal-hal yang baru ditemukannya di tempat barunya tadi.
Kura-kura hanya mendengarkan dengan kesal celotehan kelinci tersebut, karena ia juga ingin merasakan hal itu.
Tibalah kelinci dan kura-kura di suatu tanjakan curam.
Tanpa banyak berpikir, kelinci pun langsung menaiki tanjakan itu dengan mudah.
Melihat kura-kura yang terdiam, kelinci pun berkata, “Apakah kamu butuh bantuan, Kura-Kura?”
Kura-kura hanya mendengus kesal dan menjawab singkat, “Tidak.”
Kelinci pun hanya mengangkat kedua bahunya dan dengan cepat sampai ke atas. Sesampainya di atas, kelinci yang kelelahan, langsung terlelap di bawah pohon.
Sedangkan saat ini, kura-kura sedang mencoba melangkah di tanjakan tersebut. Tetapi saat dia mencoba melangkah di tanjakan tersebut, tiba-tiba ia terguling! Namun ia tetap keras kepala. Di percobaan berikutnya pun, meski dengan langkah yang lebih jauh, namun lagi-lagi ia terguling. Di percobaannya pun yang ketiga, keempat, dan seterusnya, ia sering kali terjatuh dan terguling lagi.
Saat di pagi harinya, ketika kelinci baru bangun, ia melihat kura-kura yang baru sampai ke atas dengan sangat kelelahan. Sontak sang kelinci pun bertanya, “Kamu kenapa, Kura-Kura?”
“Aku benci menjadi kura-kura!” teriak kura-kura tiba-tiba.
“Ehh, ada apa denganmu?”
“Aku benci membawa cangkang berat ini! Aku benci berjalan sangat lambat!”
Tiba-tiba terdengar suara sayu dari pohon yang sedang disandari oleh kelinci, “Apakah kau yakin berkata seperti itu?” ternyata pohon itu berbicara membalas perkataan kura-kura.
“Tapi, aku ingin sekali menjamah banyak tempat, wahai Pohon,” jawab kura-kura sambil menatap sedih Sang Pohon.
“Engkau bisa melakukannya, Kura-Kura Kecil.”
“Tapi, bagaimana dengan cangkang besar ini yang membuatku berjalan sangat lambat? Aku menjadi sangat kesulitan. Lihatlah kelinci. Ia bisa berlari dan melompat ke sana kemari. Ia telah menjamah banyak tempat. Sementara aku? Bergerak saja kesulitan. Hidup ini tidak adil!”
“Hidup ini sangat adil, wahai Kura-Kura. Kau tercipta bukan tanpa alasan. Kau memliki kelebihan yang menjadi alasan kau hidup.”
Wajah kura-kura pun berubah penasaran. “Apa itu, wahai Pohon?” tanya kura-kura.
“Kau dianugerahi umur yang panjang, Kura-Kura Kecil. Meskipun kelinci bisa ke sana kemari dengan mudah, namun ia tidak memiliki umur yang panjang seperti dirimu. Kau punya waktu yang sangat panjang untuk melakukan banyak perjalanan. Kau hanya perlu tabah dan menikmati setiap perjalanan yang kau lakukan.”
Kura-kura pun mulai tersadar bahwa kehidupan memang adil.
“Mengapa kau bisa berkata sebijak itu, wahai Pohon?” tanya kura-kura.
“Aku telah hidup ratusan tahun. Aku telah menyaksikan dan merasakan banyak hal. Dengan anugerah yang aku miliki dan mensyukurinya, akhirnya aku bisa memahami banyak hal dari kehidupan ini. Dari kejadian-kejadian hewan yang lalu-lalang, suara merdu gerimis, hingga keluh kesah semut-semut kecil…” pohon pun menceritakan pengalaman-pengalamannya kepada kura-kura dan kelinci dengan suara merdu. Mereka berdua pun mendengarkannya dengan khidmat.
“…pada akhirnya yang perlu kalian lakukan adalah mensyukuri dan tabah terhadap kehidupan yang kalian jalani. Karena masing-masing dari kalian memiliki kelebihannya yang terkadang kalian luput dari hal itu.” tutup Sang Pohon dibarengi dengan anggukan kura-kura dan kelinci.
Mata Sang Pohon pun mulai tertutup kembali, dan Kura-kura dan kelinci pun melanjutkan perjalanan mereka dengan perasaan senang dan bersyukur.
Penulis: Raenandra Syahputra