Identitas Buku
Judul Buku : Tentang Kamu
Penulis Buku : Tere Liye
Tebal Halaman : 524 Halaman
Terbitan Pertama : 24 Oktober 2016
Nama Penerbit : Republika
Sinopsis
Globlit-Tentang Kamu adalah salah satu novel karya Tere Liye. Novel ini menceritakan sebuah petualangan seorang pengacara muda bernama Zaman Zulkarnain yang bekerja di Firma Hukum London Thompson & Co. Ia berasal dari Jawa, Indonesia. Di mulai saat Ia mengerjakan tugas utamanya yaitu menyelesaikan masalah pembagian warisan, yang tersimpan di salah satu perusahaan toiletries di dunia. Pemilik warisan tersebut adalah seorang perempuan Indonesia bernama Sri Ningsih yang memiliki paspor Inggris dan meninggal di sebuah panti jompo di Paris.
Kesulitannya yaitu tidak ada data diri Sri Ningsih, atau surat wasiat lainnya, Ia hanya meninggalkan secarik kertas berisi surat keterangan bahwa Ia adalah pemilik 1% saham di perusahaan besar. Bahkan, surat keterangan itu pun dititipkan oleh pihak ketiga melalui pos.
Perjalanan Zaman dimulai dari Panti Jompo ‘La Cerisaie Maison de Retraite’ di Paris. Di sana ia bertemu dengan pengurus panti yaitu Aimèe yang memberi sedikit petunjuk kepada Zaman melalui buku diary milik Sri Ningsih yang mungkin berguna untuk menemukan asal usul Sri Ningsih.
Di lembar pertama buku itu tertulis “Juz Pertama. Tentang Kesabaran. 1946–1960.” Ada selembar foto hitam putih di halaman itu, gambar seorang remaja perempuan di atas kayu perahu bertuliskan Bungin. Zaman dibantu dengan pilot akhirnya menemukan teka teki ini, perkampungan nelayan bernama Bungin, tepatnya di Pulau Bungin, Sumbawa. Pulau terpadat di dunia. Mereka segera bergegas ke sana.
Di Pulau Bungin, Zaman bertemu dengan Ode atau yang disebut Pak Tua. Ia adalah orang yang bisa menceritakan kejadian di Tahun 1946–1960 di Pulau Bungin. Lebih tepatnya dia adalah teman kecil Sri Ningsih. Ode menceritakan mulai dari ibu kandungnya Sri yang meninggal dunia saat melahirkan Sri Ningsih. Kemudian Ayah Sri Ningsih yaitu Nugroho jatuh cinta pada seorang gadis bernama Nusi Maratta, lalu ia pun menikahinya.
Sesuai dengan pekerjaannya, Nugroho mengantarkan barang dengan kapal. Namun naas, ombak besar merenggut nyawa Nugroho beserta beberapa masyarakat Bungin lainnya. Sehingga, kini Sri Ningsih hanya tinggal dengan ibu tirinya dan adiknya bernama Tilamuta. Sepeninggalan Nugroho, Sri tidak hidup dengan damai karena sang ibu tiri berubah menjadi jahat bahkan memanggil Sri dengan panggilan “Anak yang dikutuk”.
Setelah itu, datang lagi kejadian mengenaskan, saat bara api melahap rumah panggung besar keluarga Nugroho. Ibunya terbakar di dalam, sedangkan Sri dan Tilamuta selamat.
Zaman kembali membaca halaman berikutnya. “Juz Kedua. Tentang Persahabatan. 1961–1966”.
Ia kembali menelusuri alamat yang baru ia dapatkan dari Ode, yaitu sebuah madrasah di salah satu kaki gunung pedalaman Jawa. Ia bertemu dengan Nur’aini sahabat Sri Ningsih di sana, sekaligus orang yang bisa menceritakan kejadian tahun 1961–1966. Nur’aini mulai menceritakan dari Sri yang tadinya hanya menjadi murid lalu diangkat menjadi guru di madrasah tersebut. Namun, kejadian pengkhianatan persahabatan mengguncang mereka saat itu, lalu terjadi pembantaian oleh PKI di sana, banyak siswa yang kehilangan nyawanya, termasuk Tilamuta, adik Sri Ningsih. Lalu, dengan bekal seadanya, Sri Ningsih pergi merantau ke Jakarta.
Di sinilah, Zaman berada sekarang, di Jakarta. Sambil membuka diary Sri Ningsih.
“Juz Ketiga. Tentang Keteguhan Hati. 1967–1979.”
Zaman tidak bisa menemukan orang yang dapat menceritakan Kisah Sri Ningsih di sini, Ia hanya bisa mengetahuinya lewat sekumpulan surat kabar Sri Ningsih dari Nur’aini. Di Kota Jakarta ini, Sri Ningsih banyak sekali memiliki pengalaman baru, awal mula menjadi guru di salah satu Sekolah Rakyat, berdagang di kaki lima, membangun bisnis rental mobil, menjadi pengawas di pabrik sabun cuci, lalu akhirnya membangun pabrik sabun mandi sendiri. Entah apa yang terjadi, di tahun 1980-an Sri Ningsih menjual pabriknya, lalu menukarnya dengan 1% kepemilikan saham di Perusahaan Toiletries dunia.
Setelah kepulangan dari Jakarta, Zaman kembali ke London sambil membuka halaman berikutnya dari diary Sri Ningsih. “Juz Keempat. Tentang Cinta. 1980–1999.”
Ia bertemu dengan orang tua angkat Sri Ningsih yang akan memceritakan kisah Sri selama di London.
Pada tahun 1980- an, Sri Ningsih dengan tekad kuatnya pergi meninggalkan tanah air. Ia pergi ke London. Pekerjaan pertama yang ia dapatkan di sana adalah sebagai cleaning service, lalu berubah menjadi sopir bus tingkat Kota London. Ia tinggal di salah satu apartment milik keluarga angkatnya di kawasan Little India.
Akhir tahun 1984, di penghujung musim gugur, Sri menikah dengan laki- laki tambatan hatinya di London. Namanya Hakan, lelaki asal Turki yang rela setiap hari selama setahun terakhir menaiki bus rute 16 ke arah selatan, padahal kantor tempat ia bekerja berada di utara.
Tahun 1987, Sri Ningsih mengandung anak pertamanya, namun kejadian sama seperti 1940 terulang, kali ini bayinya meninggal dunia. Tahun 1993, Sri Ningsih kembali mengandung anak keduanya, namun naas, baru 6 jam terlahir kedunia, bayi itu pun meninggal dunia. Tak berakhir di situ, Hakan, suami Sri pun meninggal dunia menyusul kedua bayinya. Tahun 1999, Sri Ningsih sudah tiba di penghujung episodenya di Kota London. Ia pergi meninggalkan apartmennya tepat pada 31 Desember.
Zaman sudah berada di lembar terakhir yang bertuliskan “Juz Kelima. Tentang Memeluk Semua Rasa Sakit. 2000 — …”
Kembali lagi ke panti, Zaman mencari tahu semua kegiatan Sri Ningsih saat di sini. Ternyata Ia pernah menjadi guru tari tradisional, memulai berkebun hidroponik di atap gedung panti, serta belajar mengenai ilmu hukum. Setelah perjalanan panjang, menelusuri kehidupan Sri Ningsih, Zaman akhirnya menemukan surat wasiat dari Sri Ningsih. Surat itu terselip diantara puluhan surat Sri yang diberikan Nur’aini pada Zaman. Akhirnya semua harta Sri Ningsih dibagikan sesuai daftar nama yang tertulis di surat wasiat.
Cerita ini ditutup dengan sedikit bumbu romansa dari Zaman Zulkarnain dan Aimèe, seorang pengasuh di panti.
Kelebihan
Novel ini memiliki banyak kelebihan. Penulis dapat mengemas alur cerita Sri Ningsih dengan sangat baik dan tidak mudah ditebak. Penggunaan bahasanya pun sangat sederhana dan logis. Novel ini juga memberikan banyak informasi tentang semua peristiwa, proses, dan lokasi kejadian. Pesan moral yang tertera di dalam novel pun tersampaikan dengan baik kepada para pembaca.
Kekurangan
Novel ini memiliki kekurangan yaitu cover yang kurang menarik, jumlah halaman yang banyak sehingga terlihat berbelit-belit dan membosankan.
Penulis:Naia Herawati Saara