Home / Berita / Sejarah

Minggu, 22 September 2024 - 08:38 WIB

Sate Madrawi, Hidangan Sate Untuk Delegasi Konferensi Asia Afrika 1955

Rumah Makan Madrawi-Jawapos.com

Rumah Makan Madrawi-Jawapos.com

SMKAA-Pada Tahun 1955, Konferensi Asia Afrika dimulai dengan banyaknya delegasi-delegasi negara Asia Afrika yang datang ke Indonesia untuk melaksanakan Konferensi ini dan Soekarno sebagai Presiden RI dan bagian dari KAA waktu itu memberi pidato yang berjudul “ Let a new Asian and a new African be born” yang akhirnya banyak delegasi memberi penghargaan dengan tepuk tangan pada beliau. Tapi selama acara ketika sedang jam istirahat, Delegasi itu beli sate dan banyak sekali yang membeli sampai dagangannya habis . Tukang sate manakah yang dimadsuk, untuk penjelasan detailnya ada dibawah ini:

Sate Madrawi adalah salah satu rumah makan di Jalan Dalam Kaum Bandung. Rumah makan ini menjual makanan seperti Sate,Gulai,Rawon,dan, Soto yang biasanya dihidangkan langsung ke pelanggan. Dilansir dari kilasbandungnews, Rumah makan Madrawi ini didirikan pada tahun 1907 yang dimiliki oleh seorang keturunan Madura bernama Madrawi. Awalnya,  Madrawi merantau ke Jawa Barat. Tepatnya ke Bandung. Sesudah menemukan sang ayah, Madrawi kemudian ikut menetap di Bandung. Dia mengikuti jejak ayahnya berwirausaha, yakni dengan mendirikan warung nasi di bilangan Kebon Kawung. Menunya, masakan Madura karena memang mereka berasal dari Pulau Garam. Jadinya selama bertahun-tahun dengan hidangan masakan Madura inilah yang akhirnya dikenal oleh semua masyarakat Bandung. Bahkan, bupati Bandung waktu itu sampai datang ke warung untuk nyoba masakan Madrawi.Bupati merasa cocok dengan olahan menu dan racikan bumbu Madrawi. Dia pun minta warung nasi di Kebon Kawung itu pindah ke Jalan Dalem Kaum. Permintaan yang mengejutkan yang tidak dia sia-siakan. Jadinya, tidak sembarang orang bisa ditunjuk langsung oleh bupati. Apalagi sampai diajak pindah ke Jalan Dalem Kaum yang ketika itu menjadi pusat keramaian di Bandung.

Dilansir dari Jawapos.com, bahkan Bung Karno waktu itu masih jadi Mahasiswa di Techische Hoogeschool atau sekarang ITB, kalau lagi mau ke RM Madura Madrawi, Bung Karno pasti akan bisa ditemukan di pojok favoritnya dan makanan favorit Bung Karno di rumah makan itu adalah soto madura dengan nasi terpisah. Di sudut itulah Sang Proklamator menikmati masakan Madrawi. Baik itu sendirian ataupun bersama teman-teman dan tokoh-tokoh yang lain. Pojok tersebut juga menjadi saksi kecakapan Bung Karno sebagai pemimpin. Beliau juga sering berdiskusi panjang di sana.Lalu, Bung Karno juga menggemari sate ayam, kerupuk udang, dan es teh manis atau es teh tawar dan kalau menurut Badjuri Sesudah Bung Karno makan, biasanya beliau meminta pencuci mulut berupa pisang.

Bung Karno memang ngak setiap hari datang ke RM Madura Madrawi. Dalam satu pekan, beliau berkunjung minimal sekali. Selain untuk makan, Bung Karno datang ke sana untuk menjumpai Madrawi dan Badjuri yang ternyata teman dekatnya. Salah satu contoh lain yang dilansir dari National Geographic Indonesia,saking dekatnya antara Madrawi dan Bung Karno itu yang membuat dia dipercaya sebagai panitia penyambutan tokoh yang akrab disapa Bung Karno tersebut di Bandung. Pada 1921, ketika Bung Karno mengawali hari-hari pertamanya di Bandung, Madrawi-lah yang mendampingi. Dia menjadi ”penyambung lidah” Bung Karno ke masyarakat Sunda yang belum fasih berbahasa Indonesia sampai Bapak dan Kakaknya menjadi penerjemah.  Maka, ngak heran kalau banyak warga yang pengen melihat dan ngobrol langsung dengan Bung Karno. RM Madura Madrawi pun kemudian menjadi salah satu lokasi berdialog antara Bung Karno dan tokoh-tokoh lainnya pada waktu itu.

baca juga  Jarang Diketahui Orang, Ternyata Bandung Juga Pernah Jadi Tuan Rumah Konferensi Wartawan Asia-Afrika

Sampai puncaknya, Rumah Makan ini menjadi tempat hidangan para delegasi Konferensi Asia Afrika dimana banyak para delegasi yang membeli makanan di tempat itu sampai ada suatu cerita bahwa beberapa delegasi India dan Pakistan setelah pembukaan Konferensi Asia Afrika pada siang hari, mereka memesan sate ayam dengan banyaknya. Lalu, Roeslan Abdulgani pada waktu itu sedang makan di rumah makan itu dan bertemu dengan Madrawi, beliau bilang “ Pak, buat delegasi biar sama saya yang bayarnya.” Jadi, setelah para delegasi itu pulang dari rumah makan itu beliau membayar sate ayam tersebut. Sebagai tambahan yanng dilansir dari Kilas Bandung ,selain Bung Karno yang mencicipi makanan, yang saat itu menyantap makanan di rumah makan Madrawi yakni Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, Perdana Menteri India, Jawaharlal Nehru, Perdana Menteri Burma, U Nu, dan putra mahkota Raja Arab Saudi, Faisal bin Abdulaziz pada saat KAA 1955.

baca juga  Harmusindo 2022 Ditutup Sukses Oleh Talkshow Pemuda: Zaman Now

Jadi, bisa dibayangkan pada saat Konferensi Asia Afrika banyak sekali delegasi sekaligus presiden untuk makan disana.Sehingga, tempat itu menjadi legend di Kota Bandung pada waktu itu. Setelah KAA 1955, ternyata rumah makan Sate Madrawi ini sempat jadi peran penting pada saat MUBES Lesbumi yang dilansir dari Nuonline disebut  tahun 1962 Hotel Swarha ikut menjadi sejarah perjalanan Nahdlatul Ulama saat Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) mengadakan musyawarah besar (Mubes) Ke-1 bulan Juli 1962, yang menghasilkan butir-butir kesepakatan.Hotel Swarha terletak di samping kanan Masjid Raya Bandung depan kantor Pos Besar Bandung, menurut penuturan Tokoh NU Bandung (Habib Syarif) pada bedah buku di PCNU Kota Bandung, Swarha adalah nama Tokoh NU sekitar tahun 30-an, beliau Ketua PCNU Kota Bandung. H Swarha adalah saudagar kaya yang ikut men-support kegiatan NU di Bandung.Jadi, banyak anggota NU yang menyantap sate ayam di rumah makan tersebut.Sayangnya tahun 1987, Rumah Makan Madrawi ini terpaksa tutup karena tempat itu dibongkar oleh Pamong Praja Bandung untuk memperluas Masjid Agung.

Penulis: Edukator/Senore Arthomy Amadeus

Editor: Edukator/Senore Arthomy Amadeus

Share :

Baca Juga

Sejarah

Udah Tahu Belum? Ini Sejarah Panjang dari Hotel Savoy Homann yang Sempat Jadi Tempat Menginapnya Delegasi KAA 1955

Berita

PPTM 2024 Menlu Sampaikan Capaian Diplomasi Indonesia 1 Dekade Terakhir di Gedung Merdeka

Berita

Menuju Peringatan 70 tahun Konferensi Asia Afrika dalam Diskusi Upaya Pelestarian Semangat Bandung

Sejarah

Wisata Alam Bandung di Masa Kolonial

Berita

Fellowship SMKAA 2023 Usung Tema Utilizing Potential in Diversity

Berita

Museum Konperensi Asia-Afrika Lakukan Upacara Sambut 77 tahun Kemerdekaan Indonesia di Situs Penjara Banceuy

Berita

Pasca 2 Tahun Pandemi, Museum Konperensi Asia-Afrika: Kembali Gelar “Jelajah Malam di Museum Dengan Tema Sutan Sjahrir Arsitek Diplomasi Perjuangan “

Sejarah

Museum Preanger Penghormatan Untuk CP.Wolff Schoemacker