SMKAA-Tragedi Kashmir Princess terjadi pada tanggal 11 April 1955. Ketika sebuah pesawat Lockheed Constellation bernama Kashmir Princess yang dioperasikan oleh Air India jatuh di luar kota Hong Kong. Pesawat tersebut membawa 11 orang penumpang dan awak, termasuk beberapa pejabat tinggi dari China yang sedang dalam perjalanan menuju Konferensi Asia Afrika 1955 di Bandung, Indonesia.
Pesawat itu membawa delegasi China yang dipimpin oleh Zhou Enlai, Perdana Menteri Republik Rakyat China. Konferensi Asia-Afrika adalah pertemuan yang dihadiri oleh negara-negara baru merdeka dari Asia dan Afrika yang ingin mengembangkan solidaritas dan kerjasama di luar Blok Barat dan Blok Timur. Ini menjadi alasan bagi Gerakan Non-Blok, yang menentang dominasi dua superpower tersebut dalam urusan internasional.
Pada pagi hari kecelakaan, pesawat Kashmir Princess dijadwalkan untuk terbang dari Hong Kong menuju Jakarta, Indonesia. Dalam penerbangannya, terjadi ledakan pada pesawat tersebut kemudian terjatuh ke laut dekat Hong Kong.
Pada saat kecelakaan, muncul spekulasi kuat bahwa ledakan yang terjadi bukanlah kecelakaan biasa, melainkan sebuah serangan yang disengaja. Dalam laporan awal, banyak yang percaya bahwa insiden tersebut merupakan upaya pembunuhan terhadap Zhou Enlai, yang pada saat itu dianggap sebagai salah satu pemimpin paling berpengaruh di China.
Dugaan Pembunuhan Terhadap Zhou Enlai
Pesawat itu sendiri sebenarnya sudah lama dikenal oleh para pengamat sebagai salah satu yang sering digunakan untuk perjalanan diplomatik tinggi, termasuk perjalanan penting antar negara Asia. Pihak China sendiri pada awalnya menduga bahwa kecelakaan ini merupakan sabotase yang dilakukan oleh pihak yang berusaha menghalangi peran China dalam Konferensi Asia-Afrika.
Beberapa spekulasi mengatakan bahwa ada pihak yang merasa khawatir dengan pengaruh China yang terus berkembang, terutama dalam konteks Konferensi Asia Afrika yang berusaha mengembangkan solidaritas negara-negara baru merdeka dan meminimalisir pengaruh kekuatan Barat, termasuk Amerika Serikat. Dengan demikian, ada keyakinan bahwa tragedi tersebut adalah upaya untuk melemahkan peran China di dunia Internasional.
Spekulasi Lain
Isu mengenai sabotase ini semakin memanas mengingat ketegangan global pada waktu itu. Pada tahun 1955, dunia masih berada dalam era Perang Dingin, dengan persaingan sengit antara Blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet. Keterlibatan China dalam Konferensi Asia-Afrika dan upayanya untuk menggalang dukungan dari negara-negara Asia dan Afrika dianggap sebagai ancaman bagi pengaruh Amerika Serikat dan negara Barat lainnya.
Ada juga dugaan bahwa pihak yang ingin merusak hubungan China dengan negara lain. Meskipun tidak ada bukti konkret yang mengarah pada pihak tertentu, banyak pihak yang percaya bahwa upaya ini terkait dengan usaha untuk menghambat diplomasi China di kancah internasional, termasuk dalam konteks Konferensi Asia-Afrika yang begitu penting bagi negara yang baru merdeka di Asia dan Afrika.
Meskipun tidak ada bukti yang jelas mengenai siapa yang bertanggung jawab atas tragedi Kashmis Princess, insiden ini tetap menjadi salah satu peristiwa misterius dalam Sejarah Perang Dingin. Kemudian menjadi bagian dari narasi besar mengenai konflik dan ketegangan antara negara besar yang saling berebut pengaruh di dunia pasca-Perang Dunia II.
Penulis: Edukator/Haura Althaf Alimah
Editor: Global Literasi/Euis Siti Sopiah