Home / Cerpen

Minggu, 27 Februari 2022 - 11:58 WIB

Pohon yang rindang karena akar yang kuat

Foto: Natasya, desain Canva

pin up

Tuan Akar, Batang, Ranting, Daun, Buah.

(Sore hari bersama angin yang menghembuskan napasnya, lalu para tuan merasa tertampar akan hembusannya).

Tuan Buah menggerutu, katanya “aduhay sayaaangg, betapa malangnya aku.. sudah manis tetap saja dipaksa menahan badai angin.”

Tuan Ranting mendengar, dan mulutnya gatal ingin menanggapi tuan Buah, “eh aduhay sayaaang, kau manis tapi banyak mengeluh. Nanti manismu hilang tinggal tersisa keruhnya saja! lihatlah aku yang lebih menderita karena menahanmu juga dari badai angin ini!”

Telinga milik tuan Batang terasa dipanggang, mulutnya ingin bedebah.. tapi sadar akan ketampanannya “aduhay sayaaang, aku tampan dan kuat. Tak lihatkah aku yang lebih hebat menahan kalian berdua? Hei kau Ranting..hanya anak buahku, dan kau Buah tak usah kau merasa paling tertekan.”

Tuan Daun terbangun dari tidurnya, “aduhay sayaaangg, aku lelah menahan badai angin sampai tertidur pulas.. lalu aku terbangun karena mendengar suara tuan-tuan tua. Aduhay.. sudah pusing menahan badai angin, pusing pula aku menanggapi kalian.”

(Saling melontar-lontarkan kata, tuan Buah, Ranting, Batang, dan Daun tersadar).

“Sebentar kawan, seperti ada yang bolong.. tapi apa ya?” tuan Daun kebingungan sambil menggaruk kepalanya.

“ahhh ada yang bolong karena badai angin sore ini tak sekencang kemarin?” menangkap pikirannya, tuan Ranting menjawab.

“ishhh kau bebal sekali, pantas kau kurus kerempeng! Badai angin sekarang sama saja seperti kemarin-kemarin..apa yang beda?” lontaran kata jengkel dari tuan Batang.

“hadirin para tuan tuan tua, aku banyak diam tapi aku cepat sadar akan kebolongan yang kita bingungkan saat ini. Aku yang muda aku yang memberi tahu, ayo semua lihat kebawah..ada apa di bawah!” seribu lebih kepercayaan diri tuan Daun, memecah kebingungan mereka.

Serentak mereka menundukkan kepalanya, seraya mencari kebolongan yang mereka bingungkan.

“Aduhay melambai-lambai hatiku.. ingin ku teriak! Enak sekali hidupmu tuan tua! Tertutup kami.. jauh dari terik matahari dan badai angin.. dimana hati nuranimu tuan Akar yang bijaksana?” kesal tuan Batang yang sadar bahwa dibawahnya ada tuan Akar.

baca juga  Milangkala SMKAA ke-12 Usung Tema “The Bandung Spirit Lives on Young Generation”

“mengapa kau terlihat baik-baik saja wahai tuan Akar, tak merasa iba-kah engkau melihat wajahku yang manis tertampar kerasnya hidup?” keluh tuan Buah kepada tuan Akar.

“aku, mewakili penderitaan tuan batang, dan tuan Ranting. Kecewa bukan main sayang melindungimu dari badai angin, terik matahari, dan jahatnya sengatan jalan hidup!” kata tuan Daun mewakili kejengkelan tuan yang lain.

(Tuan Akar hanya tersenyum, dan mencoba sedikit bergerak untuk melemaskan ototnya yang semula kencang).

(Para tuan tersentak, dan menggerutu..)

“eh copot, eh copoooott.. kaget aku ni! Badai angin semakin jahat rupanya.. hampir saja tubuhku roboh.. hei kalian lihatlah aku, betapa kuatnya aku jika tak aku tahan kalian semua terperosok ke jurang!” terkaget dan angkuhnya tuan Batang.

(Tuan Akar mengangkat suaranya dengan lemah lembut).

“tuan Batang, Daun, dan Ranting.. aku memang berada di bawah kalian. Aku memang terlihat dilindungi kalian, tadi aku hanya menggerakkan sedikit ototku yang kencang.. tapi kalian sudah ingin jatuh berapuh-rapuh. Wahai tuan Batang, tidakkah kau sadar bahwa aku adalah dasarmu? Tadi saat ingin terjatuh, tubuhmu menarik tubuhku. Lalu aku kuatkan tubuhku untuk membantu menahanmu.”

(Tuan Akar memberi kesaksiannya..)

Tahukah kalian, bahwa kita adalah rangkaian yang hidup dan menghidupkan. Aku diciptakan sebagai Akar, untuk menompang keseluruhan apa yang ada diatasku.. kalian bergerak aku ikut bergerak, apalagi jika badai angin itu kencang dan kalian tak kuasa menahannya hingga ingin terjatuh.. aku ada untuk ikut menguatkan kalian.

Tak sadarkah tuan? Bahwa kita adalah gambaran peradaban di dunia ini? Kita tumbuh dan berkembang, kita adalah contoh silsilah keluarga, kita penting untuk kebutuhan hidup makhluk lainnya. Meski aku tahu tidak bisa hidup tanpa kalian, tapi jika tidak ada aku.. kemana kamu akan mentautkan peganganmu saat badai hidup datang?

Memori ingatanku memberontak, ingat sekali saat nenek moyang kita menanam ibu bibit lalu setiap hari tak pernah absen disirami. Aku dengar walau samar-samar, nenek moyang menyanyikan ibu bibit dengan penuh kemerduan.

baca juga  SI KUNING

(Suara merdu nenek moyang..kemerduannya seakan terbalut dengan kasih dan sayang..)

Ting tang ting..aduhay sayaaang tumbuh sehat dan kuatlah..jadilah dewasa yang gagah..la la la la la..🎶

Tumbuh besar ya nak..tumbuh sehat ya nak.. du du du..🎶

Sampai nyanyian itu mampu aku dengar dengan jelas.. tak sadar perlahan nyanyian itu menemani aku hingga aku tumbuh. Ibu bibit menyemangatiku untuk terus tumbuh dan berkembang, lalu aku tekadkan diriku untuk terus berjuang hingga bertemu kalian.

Kian purnama, aku melihat kalian berdatangan.. tuan Batang, kau membantuku untuk menjadi penghubung utamaku. Lalu sekuat tenaga kau tumbuhkan Tuan Ranting..hingga selanjutnya tumbuhlah tuan Daun dan Buah. Aku menyaksikan pertumbuhan kita.. yang tumbuh dan berkembang. 

Hingga saat badai angin datang, aku selalu ingat keinginan nenek moyang kita.. yang menginginkan kita untuk tumbuh sehat, kuat, dan gagah. Ku keraskan tekadku lagi.. berjanji untuk menjaga dan menguatkan.

Peristiwa dari nenek moyang berawal dari menanam ibu bibit, lalu peristiwa itu berkembang hingga menguatkan kita untuk hidup sampai di detik ini.

Seperti halnya manusia, yang mampu menggambarkan kita sebagai filosofi hidup. Yaitu kita tumbuh dan berkembang untuk memberikan manfaat hidup. Lalu sejarah yang menautkan pohon sebagai istilahnya, menggambarkan aku dan para tuan lainnya sebagai satu kesatuan yang kokoh, yang mampu menciptakan dan membungkus rapih rangkaian peristiwa sejarah dari jaman nenek moyang hingga sekarang.

Berharap sejarah yang sudah dirangkai dan dibungkus rapi, mampu diceritakan kembali dan diambil baiknya sampai harumnya menjamah kehidupan selanjutnya.

(Tuan Akar, Batang, Daun, dan Buah menangis bersama.. memeluk diri yang semula tergores ego). 

“maafkan dan terima kasih sudah menguatkan kami, wahai tuan Akar!” 

Pohon yang rindang karena akar yang kuat

Tamat.

Penulis   : JT/ Natasya Septiani Islami 

Editor     : Muhamad Iqbal Al Hilal 

Share :

Baca Juga

Cerpen

Akibat Pulang Terlambat

Cerpen

SI KUNING