Home / Feature

Jumat, 7 Juni 2024 - 04:58 WIB

Jarang Diketahui Orang, Ternyata Bandung Juga Pernah Jadi Tuan Rumah Konferensi Wartawan Asia-Afrika

Konferensi Wartawan Asia-Afrika 1963, nampak Presiden Sukarno dan Menteri Soebandrio/Foto: Time Life Picture.

Konferensi Wartawan Asia-Afrika 1963, nampak Presiden Sukarno dan Menteri Soebandrio/Foto: Time Life Picture.

SMKAA-Konferensi Wartawan Asia-Afrika adalah Konferensi dimana adanya perkumpulan para Wartawan dari berbagai negara dari Asia maupun Afrika yang membentuk sebuah Konferensi yang bertujuan adanya kebebasan pers yang penuh serta menyebarluaskan semangat dan hasil-hasil KAA ke dunia internasional.

Acara ini sendiri dilaksanakan dari Tanggal 24-30 April 1963 yang mana menjadi hari peringatan juga Pers Nasional Indonesia. Namun, untuk tempatnya sendiri berbeda dengan Konferensi Asia Afrika dimana KWAA ini dilaksanakannya di Ibu Kota Jakarta. Menurut artikel jurnal Menelusuri Warisan Bandung karya Wulandari menyebut meskipun KAA lebih berupa pertemuan aktor-aktor diplomasi yang merupakan bagian dari pemerintahan, namun solidaritas Asia-Afrika yang tumbuh pasca Bandung 1955 mampu menembus batas-batas institusi.

Jurnalis sebagai aktor non-state pun tidak terlepas dari euforia solidaritas tersebut. Bahkan, solidaritas jurnalis Asia-Afrika bukan sekadar kekuatan orang-orang yang berkumpul dengan profesi yang sama, melainkan juga menjadi bagian dari komitmen bangsa dan negara di Asia-Afrika untuk menghancurkan kolonialisme, imperialisme, dan neokolonialisme melalui pers. Dengan demikian, para jurnalis juga turut menjadi corong bagi semangat dekolonisasi. Sebagai tambahan, KWAA juga mengundang semua komunitas wartawan dari berbagai dari negara Asia dan Afrika dan tentunya mengundang ke beberapa negara Eropa.

LATAR BELAKANG KWAA DAN PERAN KWAA DALAM DUNIA INTERNASIONAL

Dipercaya karena adanya sebuah gerakan baru yang meliputi Asia dan Afrika yang mana terbentuknya Gerakan Non Blok (GNB) dan Dasasila Bandung, atas dasar adanya Konferensi Asia-Afrika inilah yang terpikirkan bahwa perlunya ada konferensi yang sama dengan Konferensi Asia-Afrika versi Wartawan. Karenanya, dibentuk Konferensi yang dinamakan KWAA(Konferensi Wartawan Asia Afrika). Sebagai tambahan, menurut Kompasiana disebut ide tersebut baru terlihat nyata ketika sejumlah wartawan Indonesia menghadiri kongres International Organization of Journalist (IOJ) di Budapest pada Oktober 1962.

Mereka berhasil mengumpulkan tanda-tangan dari berbagai delegasi organisasi wartawan Asia-Afrika yang hadir dalam kongres itu untuk menyetujui penyelenggaraan KWAA di Indonesia. Berdasarkan persetujuan itulah, kemudian dibentuk Panitia KWAA di Jakarta bekerjasama dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat. Karena konferensi ini akan mencakup internasional pertama yang diselenggarakan oleh para wartawan Indonesia, KWAA tentu saja membutuhkan dukungan dari pemerintah. Presiden Sukarno kemudian memberikan dukungannya dengan mengadakan malam amal bagi penyelenggaraan KWAA di Istana Bogor, 29 Desember 1962 dimana  Presiden Sukarno menyampaikan:

baca juga  Relevansi Nilai-Nilai Dasasila Bandung Sebagai Solusi Bagi Permasalahan di Tengah Konflik Kawasan Dunia

“”Oleh karena itulah kita bukan saja menganjurkan adanya Konferensi Asia-Afrika yang kedua, tetapi juga menganjurkan agar supaya solidarity of the new emerging forces of the world, makin lama makin menjadi kuat dan sentausa. Salah satu usaha yang baik sekali untuk cement lagi Asian-Africa solidarity ini, cement artinya yaitu seperti disemen supaya menjadi kuat, ialah diadakannya konferensi wartawan-wartawan Asia dan Afrika. Maka oleh karena itu saya sangat bergembira dan menyambut dengan cara yang bersemangat-bersemangatnya usaha saudara-saudara untuk mengadakan Konferensi Wartawan Asia dan Afrika itu di dalam waktu yang singkat. Segala daya upaya kita harus kita kerahkan, baik di lapangan kewartawanan maupun di lapangan lain-lain, supaya Asian-Africa solidarity makin lama makin kuat oleh karena perjuangan daripada Asia-Afrika belum selesai”

HARI PERTAMA

Pada tanggal 23 April 1963, Presiden Sukarno telah menyampaikan pidatonya di Gelora Bung Karno. Beliau menilai bahwa pemilihan tempat pembukaan ini menilai penunjukan enigma konferensi ini : sekaligus menunjukkan solidaritas akbar Jurnalis-Jurnalis Kiri. Namun, walaupun tanggal tersebut dinyatakan tanggal 23 April yang menurut Politik tanpa dokumen karya Muhidin M. Dahlan.

Sebenarnya menurut Kompasiana disebut pembukaan KWAA itu di tanggal 24 April 1963 dengan adanya pidato pembukaan dari Presiden Sukarno dan KWAA resmi dibuka pada 24 April 1963 di Gelora Bung Karno dengan dihadiri delegasi wartawan-wartawan dari 42 negara. Tanggal pembukaan ini juga bertepatan dengan 8 windu lahirnya Dasasila Bandung. Pada pidato pembukannya, Presiden Sukarno menyerukan agar pers Asia-Afrika menjadi alat perjuangan yang efektif bagi rakyat-rakyat Asia-Afrika untuk mencapai kemerdekaan nasionalnya yang penuh. Sukarno menyebut:

baca juga  Mengenal Abah Landoeng Saksi dan Pelaku Sejarah KAA 1955, yang Banyak Berkontribusi untuk Bangsa Indonesia

“Pers Asia-Afrika hendaknya menjadi alat untuk merubah dan mentransformir negaranya menuju ke masyarakat yang memenuhi tuntutan keadilan sosial dan perdamaian. Hendaknya pers Asia-Afrika mengambil bagian dalam perjuangan merubah wajah dunia itu!”

HARI BERIKUTNYA HINGGA DEKLARASI JAKARTA

Setelah diadakan sidang-sidang komisi dan mendengar pandangan-pandangan umum, maka dapat disimpulkan bahwa para delegasi KWAA menyetujui dua masalah pokok, yaitu: kerjasama dan solidaritas wartawan Asia-Afrika yang diwujudkan dalam suatu organisasi, serta menggunakan Prinsip Bandung sebagai dasar kerjasama politik organisasi.

Pada 30 April 1963 saat upacara penutupan para delegasi KWAA melahirkan Djakarta Declaration antara lain berbunyi “Asia Afrika journalist dedicate themselves to struggle against imperialism-colonialism”. Deklarasi Jakarta ini secara lengkap terdiri dari tujuh pasal berisikan pedoman-pedoman prinsip yang harus digunakan sebagai landasan oleh wartawan-wartawan Asia-Afrika dalam melaksanakan tugasnya.

Dalam acara penutupan, Hartini Sukarno berkesempatan memberikan pidato sebagai Ketua Kehormatan KWAA. Dalam pidatonya, Hartini menjelaskan bahwa rakyat Asia-Afrika berada di garis terdepan dalam membasmi kolonialis dan imperialis, yang disebabkan oleh perasaan cinta terhadap sesama manusia (Pikiran Rakyat, 2 Mei 1963).

Terlepas diwarnai kepentingan politik Sukarno dan ada sebagian pihak yang menganggap KWAA condong ke ideologi kiri, peristiwa KWAA merupakan tonggak penting bagi dunia pers di Indonesia. Pada saat itu, para wartawan tidak hanya sebagai pencari berita, tetapi juga menjadi bagian dari pemberitaan. Para wartawan tidak hanya menulis berita yang akan menjadi sumber sejarah, tapi mereka sendiri menjadi pelaku sejarah ketika itu.

Wartawan Asia-Afrika sadar betul akan permasalahan yang terjadi tidak hanya di negaranya tapi juga di dunia internasional, oleh sebab itu mereka mau berkumpul dalam KWAA untuk menyuarakan gerakan anti imperialisme dan kolonialisme .  

Kesimpulannya, dengan adanya konferensi wartawan inilah yang menjadi semangat memperjuangkan melawan kolonialisme dan imperalisme melalui karya-karya mereka yang dapat mengobarkan semangat juang rakyat.

Penulis: Edukator/ Senore Arthomy Amadeus

Editor : JT/Muhamad Iqbal Alhilal

Share :

Baca Juga

Feature

Relevansi Nilai Konferensi Asia-Afrika di Masa Pandemi

Feature

Relevansi Nilai-Nilai Dasasila Bandung Sebagai Solusi Bagi Permasalahan di Tengah Konflik Kawasan Dunia

Feature

Ternyata Selain KAA 1955, Pernah Diadakan Pula KIAA 1965 Ini Sejarahnya

Feature

Latar Belakang, Lika-Liku dan Hasil Konferensi Asia-AFrika 1955