Home / Tokoh

Rabu, 1 Maret 2023 - 08:22 WIB

Mochtar Kusumaatmadja, Bapak Hukum Laut Indonesia

Mochtar Kusumaatmadja (kiri) bersalaman dengan Presiden Soeharto (kanan)/Foto:Sinarpaginews

Mochtar Kusumaatmadja  seorang akademisi dan diplomat Indonesia yang berasal dari genealogis Sunda. Ia dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Februari 1929 dari pasangan R. Taslim Kusumaatmadja seorang apoteker ternama asal Mangunreja, Tasikmalaya dan Sulmi Soerawisastra seorang guru sekolah dasar yang berasal dari Cilimus, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat

Mochtar Kusumaatmadja mengenyam pendidikan dasar, menengah, dan atas yang ditempuh dan ditamatkannya melalui lembaga pendidikan yang dikelola oleh Sutan Takdir Alisyahbana di Jakarta. Mochtar melanjutkan pendidikan sarjananya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dengan spesialisasi hukum internasional. Pada tahun 1955 Mochtar mendapatkan kesempatan bersekolah master di Yale University Law School, Amerika Serikat dan lulus pada tahun 1956 dengan meraih gelar ‘Master of Laws’ (LL.M.)

Pada tahun 1959 Mochtar bekerja sebagai dosen di Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran (Unpad). Di perguruan tinggi ini pula Mochtar mendapat gelar doktor ilmu hukum pada tahun 1962 dengan disertasi yang berjudul: “Masalah Lebar Laut Teritorial Pada Konferensi Hukum Laut Jenewa 1958 dan 1960”.

Mochtar Kusumaatmadja dikenal sebagai tokoh yang sering mengkritik pemerintah dengan berani, terutama dalam kaitannya dengan Manifesto Politik Sukarno. Akibatnya, melalui telegram dari Jepang, Presiden Sukarno mencabut gelar doktornya pada tahun 1962. 

Pemecatannya itu tidak membuat Mochtar kehilangan jati diri. Justru Mochtar menjadikannya kesempatan untuk menimba ilmu di Harvard Law School, dan Universitas Chicago, Trade of Development Research Fellowship, Amerika Serikat, dengan kurun waktu dua tahun (1964-1966).

Jatuhnya penguasa lama membuat Mochtar bisa kembali mengajar di Unpad. Karir akademik Mochtar melejit. Pada tahun 1970, Mochtar diangkat menjadi Guru Besar Hukum Internasional dan kemudian dekan Fakultas Hukum. Sejak saat itu nama Mochtar Kusumaatmadja menjadi sangat identik dengan Fakultas Hukum Unpad. Ia juga sempat menjadi Rektor Unpad pada tahun 1973-1974 sebelum Soeharto mengangkatnya menjadi menteri.

Mochtar menjadi Menteri Kehakiman Kabinet Pembangunan II hingga Maret 1978. Setelah itu Soeharto kembali menunjuknya dalam Kabinet Pembangunan III, tapi dalam posisi baru sebagai Menteri Luar Negeri. Jabatan ini bahkan dipegangnya lebih lama, antara 1978 hingga 1988 atau dua periode Kabinet Pembangunan daripada Soeharto.

Kontribusi Mochtar selama menjalani tugas sebagai Menteri Luar Negeri tertuang pada gagasan konsep Wawasan Nusantara yang sangat penting baik dari sisi keilmuan maupun konteks politik kenegaraan. Konsep Wawasan Nusantara adalah produk dari pengetahuan dan pemahaman Mochtar yang sangat komprehensif mengenai hukum laut dan posisi Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelago). Mochtar bukan saja teorisi, tapi juga praksi hukum laut yang berkhidmat penuh untuk kepentingan Indonesia di forum-forum internasional. Tidak berlebihan kalau Mochtar ditahbiskan sebagai Bapak Hukum Laut Indonesia.

baca juga  Sang Arsitek Gedung Merdeka : Wolff Schoemaker

Menurut Mochtar dalam pasal 1 ayat 1 Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie (TZMKO, Ordonansi Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim) Undang-undang Laut buatan Belanda tahun 1939 yang mengatur mengenai laut teritorial Indonesia yang lebarnya hanya 3 mil di ukur dari garis air terendah (laagwaterlijn) yang mana kapal-kapal asing bebas berlayar, pulau-pulau di Indonesia terpisah tak menjadi satu. Hal ini menjadi buah pikir Mochtar bahwa sudah tidak memadai lagi untuk menjamin dengan sebaik-baiknya kepentingan dan rakyat Indonesia di laut. Berdasarkan pikiran ini maka laut teritorial harus terletak sepanjang garis yang menghubungkan ke ujung terluar daripada kepulauan Indonesia.

Gagasan dan pemikiran Mochtar berada dalam frekuensi yang sama dengan upaya dan kebijakan pemerintah pada saat itu dalam memperjuangkan konsep negara kepulauan. Ada dua keputusan politik Pemerintah yang sangat penting dan fundamental yaitu: pertama, Deklarasi Djuanda pada tanggal 13 Desember 1957 mengenai Perairan Indonesia; kedua, diundangkannya UU No. 4/PP tahun 1960 tentang Perairan Indonesia yang substansinya merupakan penguatan dari Deklarasi Djuanda 1957. Motivasi dan substansi kedua keputusan politik Pemerintah tersebut tidak bisa dilepaskan dari keikutsertaan Indonesia dalam dua Konferensi Hukum Laut PBB yaitu Konferensi pertama pada tahun 1958 dan Konferensi kedua pada tahun 1960 yang kedua-duanya diadakan di Jenewa dimana Mochtar menjadi anggota delegasi Indonesia pada kedua konferensi tersebut.  

Mochtar menyadari bahwa konsep negara kepulauan ini hanya diperjuangkan oleh sebagian kecil negara termasuk Indonesia, sementara yang menentangnya adalah negara-negara besar termasuk Amerika Serikat. Mochtar pun menyadari bahwa hukum laut itu lahir dan merupakan konsep dari Eropa Barat, sehingga konsep negara kepulauan yang diajukan oleh Indonesia akan dianggap sebagai deviasi sejarah yang tidak perlu terjadi.

Meskipun demikian, Mochtar sangat gigih dan detail memperjuangkan konsep negara kepulauan di berbagai forum internasional khususnya di PBB. Misalnya ketika Mochtar meyakinkan mengenai definisi negara kepulauan kepada pimpinan Konferensi Hukum Laut ketiga di Caracas pada tahun 1974. Mochtar menyadari ada beberapa masalah terkait dengan konsep negara kepulauan ini baik teknis maupun yuridis. Tapi Mochtar yakin, Konsep ini pun dapat dipahami dan didekati secara multi disiplin.

Mochtar Kusumaatmadja kedua dari kiri. Foto: Dokumentasi  Pribadi Keluarga.

Pada tanggal 10 Desember 1982 akhirnya usaha Mochtar berbuah manis dengan ditandatanganinya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea) oleh bersama-sama seratus sembilan belas penandatangan di Montego Bay, Jamaica.

baca juga  Mengenal Sosok Gamal Abdel Nasser: Dari KAA ke Nasionalisasi Terusan Suez

Dengan sudah disepakatinya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut, maka Indonesia pun meratifikasinya dengan UU No.17 tahun 1985 tentang United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut).

Sejarah selanjutnya mencatat bahwa Mochtar Kusumaatmadja adalah tokoh yang kemudian menjadi pelaku dan saksi sejarah bagaimana konsep negara kepulauan diperjuangkannya selama hampir 25 tahun, dimana Mochtar harus berjuang keras membujuk negara lain untuk menerima konsepnya.

Selepas menjadi Menteri Luar Negeri, Mochtar masih bergiat di berbagai forum internasional, salah satunya menjadi anggota Komisi Hukum Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) selama dua periode.

Mochtar yang fasih berbahasa Inggris, Prancis, Belanda, dan Jerman itu harus berhenti mengajar pada 1 Maret 1999 karena sudah mencapai usia pensiun. Sebagai bentuk penghargaan atas pengabdiannya di Unpad maka pada tanggal 2 Januari 2009, Rektor Unpad, Prof. Dr. Ir. Ganjar Kurnia, DEA meresmikan Gedung Perpustakaan Hukum dengan nama Mochtar Kusumaatmadja.

Pada tanggal 6 Juni 2021 Mochtar menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Siloam, Jakarta, dalam usianya yang terhitung sepuh, 92 tahun. Mochtar dimakamkan di pusara Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Atas jasanya kepada bangsa dan negara, di Kota Bandung pada tanggal 1 Maret 2022 diresmikan Jalan Prof. Mochtar Kusumaatmadja oleh Gubernur Jawa Barat, Mochamad Ridwan Kamil di Gedung Inspektorat Provinsi Jawa Barat. Dan pada 2011 Mochtar Kusumaatmadja dianugerahi penghargaan Pahlawan Nasional Dr. Ide Anak Agung Gede untuk keunggulan dalam Diplomasi oleh Kementerian Luar Negeri R

Jalan Layang Pasteur-Surapati (Pasupati) di Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, sudah berganti nama menjadi Jalan Prof Mochtar Kusumaatmadja. Foto: ANTARA.

Penulis: Farly Mochammad

Editor  : Muhamad Iqbal Al Hilal

Share :

Baca Juga

Puisi

Mendur Tak Kenal Mundur

Tokoh

Sang Arsitek Gedung Merdeka : Wolff Schoemaker

Sejarah

Jarang Diceritakan, U Nu Seorang Nasionalis Myanmar Yang Juga Pelopor KAA

Tokoh

Api Semangat Nelson Mandela di Gedung Merdeka

Sejarah

Konferensi Buruh Asia Afrika: Memperkuat Solidaritas dan Kerjasama

Global Literasi

Kalut, Siasat, dan Peluru yang Direbut

Tokoh

Mengenal Abah Landoeng Saksi dan Pelaku Sejarah KAA 1955, yang Banyak Berkontribusi untuk Bangsa Indonesia

Sejarah

Mengenal Sosok Gamal Abdel Nasser: Dari KAA ke Nasionalisasi Terusan Suez