JT- Jamuan Teh Petang bersama Saksi Sejarah sebagai peringatan Konferensi Asia Afrika ke-69 yang dilaksanakan di Hotel Savoy Homann, Bandung, Rabu 24 Apil 2024. Acara Jamuan Teh Petang ini merupakan acara rutin tahunan yang dilaksanakan oleh Museum Konperensi Asia Afrika sebagai sebuah bentuk pengingat sejarah besar yang ada di Bandung yaitu Konferensi Asia Afrika. Dalam Jamuan Teh Petang tahun ini menghadirkan para saksi sejarah, diantaranya saksi sejarah yang hadir adalah keluarga dari Ali Sastroamidjodjo, dan Keluarga dari Inggit Garnasih.
Rangkaian acara Jamuan Teh Petang dimulai pukul 16.30 WIB dibuka dengan penampilan seni Tari Merak oleh perwakilan anggota Sahabat Museum Asia Afrika. Selain itu dibuka oleh pidato pembukaan oleh perwakilan Kementerian Luar Negeri Ani Nigeriawati. Dalam pidatonya Ani Nigeriawati menyampaikan bahwa jamuan teh petang ini tak hanya menjadi sebuah sekedar jamuan simbolis akan tetapi menjadi ajang pertemuan sebagai penguatan kerjasama dan budaya.
Pada Jamuan Teh Petang tahun ini tema yang diangkat adalah Diplomasi Gastronomi Konferensi Asia- Afrika tahun 1955. Diplomasi gastronomi merupakan sebuah bentuk diplomasi dengan penggunaan budaya kuliner sebagai pemahanahaman lintas budaya dan kerjasama antarnegara. Sehingga dalam jamuan teh petang tahun ini yang menjadi diskusi utama adalah bagaimana kuliner pada Konferensi Asia Afrika tahun 1955 menjadi alat diplomasi. Dalam Jamuan Teh Petang tahun ini juga dihadirkan berbagai macam kuliner khas Indonesia seperti soto, gado-gado, lemper, surabi dan colenak.
Untuk menemani diskusi dan berbagi informasi mengenai diplomasi gastronomi ini dihadirkan Fadli Rahman dimana beliau merupakan seorang dosen, peneliti serta sejarawan makanan dari departemen sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran. Beliau memaparkan bagaimana kuliner pada saat KAA tahun 1955 dijadikan gastro diplomasi. Menurutnya persoalan makanan itu sangat enting dalam hubungan diplomatisi, sehingga memenlkan istilah Gastro Diplomasi. Gastro Diplomasi ini sebetulnya baru mulai dikenal dan bergabung pada tahun awal 2000-an yang pertama dikenalkan dan dipopulerkan oleh Thailand.
Fadlan Rahman juga memaparkan bagaimana padasaat itu hubungan gastro diplomasi dikenalkan kepada tamu negara Konferensi Asia Afrika. Contohnya seperti yang dipaparkan oleh saksi sejarah yaitu dari Keluarga Ali Sastroamidjodjo yang menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, salah satu anggota keluarganya bercerita bagaimana Ali Sastroamidjodjo pada saat itu mengintruksikan untuk menyuguhi para tamu KAA tahun 1955 dengan makanan Indonesia seperti sate, soto dan gulai. Gastro diplomasi yang terjadi tahun 1955 menjadi sebuah catatan bagi kita dimana gastro diplomasi ini dapat menjadi sebuah langkah bagi Indonesia untuk memperkenalkan Indonesia melalui makanan.
Salah satu restoran yang ikut menjadi catatan saksi sejarah dalam Konferensi Asia Afrika adalah RM Madrawi. Sebuah rumah makan dikelola oleh Keluarga Fadlie Badjuri yang menyediakan 90 jenis ciri khas kuliner Indonesia makanan dan minuman Nasional. RM Madrawi menjadi pilihan restoran untuk menyuguhi para tamu serta delegasi Konferensi Asia Afrika tahun 1955. RM Madrawi yang terletak tidak jauh dari lokasi Konferensi Asia-Afrika ini sangat disayangkan berakhir pahun 1986 yang sekarang berubah menjadi bagian dari Masjid Raya Bandung.
Fadlan Rahman sangat menyayangkan karena jejak jejak gastro diplomasi yang sudah dipraktekan pada tahun1955 ini sudah hilang dikarenakan pada saat itu masih kurangnya dokumentasi terhadap kuliner kita yang dapat memajukan gastronomi kita di masa yang akan datang.
Terakhir acara Jamuan Teh Petang ini ditutup oleh penampilan kelompok alat musik tradisional Jawa Barat oleh Arumba yang merupakan bagian dari Sahabat Museum Asia Afrika. Dengan adanya Jamuan Teh Petang mengenai Gastronomi Indonesia ini diharapkan dapat mampu mewariskan semangat dan Spirit Bandung kepada generasi mendatang dan meningkatkan kebanggaan kita atas kekayaan kuliner Indonesia yang diakui dunia.
Reporter: JT/Tasya Nabila Ramadhanty & Alika Mariam Salsabila
Editor : JT/Muhamad Iqbal Alhilal