Home / Sejarah

Senin, 13 Desember 2021 - 11:11 WIB

Wisata Alam Bandung di Masa Kolonial

Gedung Sate Tempoe Doeloe. Foto : Wikipedia

Objek wisata alam di sekitaran Bandung saat ini sedang banyak digemari. Bagaimana tidak, daerah Bandung yang dikelilingi oleh pegunungan nan hijau menawarkan keindahan alam berhawa sejuk yang tidak banyak ditemui di daerah lain. Sekilas nampaknya kebiasaan berwisata ke tempat-tempat hijau baru populer beberapa tahun belakangan pasca ramainya penggunaan media sosial. Namun faktanya, kebiasaan berwisata ke berbagai objek alam sekitar Bandung telah populer setidaknya sejak akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.

Pada masa Kolonial, wisata alam di sekitaran Bandung biasanya dipromosikan oleh Vereeniging Toeristen Verkeer (VTV) Batavia, begitu pula dengan objek wisata di daerah lain di Pulau Jawa. Vereeniging Toeristen Verkeer Batavia menyusun serangkaian destinasi wisata yang dapat dikunjungi oleh para turis yang kemudian diterbitkan dalam buku-buku panduan wisata, seperti buku Illustrated Tourist Guide to Buitenzorg, the Preanger and Central Java dan Java, the Wonderland. Di Bandung sendiri, destinasi wisata yang ditawarkan oleh VTV di antaranya: Dataran Tinggi Pangalengan, Kawah Gunung Wayang, Curug Halimun, Curug Dago, Pemandian Umum Cihampelas, Lembang, dan Kawah Tangkuban Perahu. Namun, perlu diingat bahwa sebelum adanya VTV, destinasi-destinasi wisata tersebut sudah sering dikunjungi oleh wisatawan.

Kawah Tangkuban Perahu

Berdasarkan buku panduan Guide Through Netherlands India yang disusun atas perintah Koninklijke Paketvaart Maatschappij atau perusahaan pelayaran kerajaan pada tahun 1903, perjalanan menuju kawah begitu indah melewati perkebunan kina. Perjalanan ke Kawah Tangkuban Perahu dapat ditempuh menggunakan kereta kuda pada malam atau awal pagi hari. Para wisatawan dapat menginap di pesanggrahan dengan biaya dua setengah gulden per satu hari untuk penginapan. Para wisatawan juga dapat menyewa kuda tunggangan seharga lima gulden atau berkeliling sembari menaiki tandu pelangkin seharga satu gulden. Selain itu, mereka juga dapat menyewa kuli dan pemandu seharga 50 sen. Barulah pada tahun 1913, terdapat penyewaan mobil yang dapat disewa seharga 20 gulden untuk bolak-balik Bandung-Lembang dan 15 gulden untuk sekali perjalanan. 

 Kratermeer Tangkoeban Perahu in de Preanger atau Kawah Tangkuban Perahu di Priangan tahun 1962. Foto : National Archief Nederland.

Tangkuban Perahu sendiri memiliki dua kawah, yaitu Kawah Ratu dan Kawah Upas. Buku panduan wisata dari VTV menyebutkan bahwa kedua kawah tersebut memiliki kedalaman lebih dari 200 m. Kawah Upas sendiri memiliki kedalaman 70 m lebih dangkal dari Kawah Ratu. Para wisatawan dapat menikmati pemandangan gas belerang yang indah di sekitaran kawah. 

Tanaman-tanaman liar yang unik dan indah tumbuh di sekitaran kawah. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan asing. Michael McMillan, seorang turis dari Inggris bercerita bahwa daerah sekitar kawah ditumbuhi berbagai macam pepohonan, bunga-bungaan dan pakis yang langka di mana kemudian ia memetik bunga-bunga liar yang indah di sekitaran Kawah Upas yang berwarna putih kebiruan. 

Pemandian Cihampelas

Pemandian Cihampelas terletak sekitar dua mil dari Alun-alun Bandung. Perjalanan ke pemandian dapat ditempuh menggunakan kereta kuda seharga setengah gulden. Cukup membayar dua pence atau sekitar 10 sen saja, para wisatawan sudah dapat menikmati berenang di air pegunungan yang jernih dan segar.

Namun, pada tahun 1913, harga masuk mengalami kenaikan menjadi 25 sen. Selain sebagai tempat berendam, lomba berenang juga sering kali digelar di kolam renang ini. Seperti yang diberitakan oleh koran Bataviaasch Nieuwsblad hari Rabu tanggal 19 Februari 1930, lomba renang ini biasanya diadakan oleh Bandoengschen Zwembond atau Perkumpulan Renang Bandung. 

Zwemblad Tjhampelas in Bandoeng atau Pemandian Cihampelas di Bandung sekitar tahun 1927. Foto : Koninklijik Instituut Voor Taal-, Land-, en Volkenkunde.
Rustplaats voor bezoekers van de waterval Dago te Bandoeng atau Tempat Istirahat Para Pengunjung Curug Dago sekitar tahun 1910. Foto : Koninklijk Instituut voor Taal-, Land-, en Volkenkunde.

Curug-Curug di Sekitar Bandung

Daerah sekitar Bandung dikenal memiliki sejumlah curug atau air terjun yang menjadi destinasi wisata cukup populer pada masa kolonial. Beberapa curug yang terkenal di antaranya Curug Dago, Curug Halimun dan Curug Panganten. Curug Dago misalnya, dapat ditempuh menggunakan kereta kuda selama setengah jam dengan harga dua setengah hingga tiga gulden. Curug setinggi 13 m ini sering dijadikan tempat piknik orang-orang Eropa dan kerap kali dipromosikan dalam buku-buku panduan wisata dan majalah, salah satunya yaitu Mooi Bandoeng.

Lain halnya dengan perjalanan ke Curug Dago yang dapat ditempuh dengan cukup cepat dan mudah, perjalanan ke Curug Halimun dinilai sangat berat dan menghabiskan waktu seharian. Para wisatawan disarankan menggunakan kereta api dari Padalarang menuju Rajamandala atau mobil menuju Cipetir lalu dilanjutkan dengan menunggang kuda.

Masih banyak sekali objek wisata alam di Bandung yang tidak kalah indah dan populer. Tidak berlebihan rasanya ketika para pelancong Barat menjuluki Pulau Jawa sebagai The Garden of the East karena keindahannya, hingga mereka menuliskan banyak puja-puji dalam catatan perjalanannya. Kawah, curug dan gunung-gunung di Bandung hanyalah sebagian kecil dari alam Nusantara yang luas lagi adiwarna. 

Penulis: Salman Ravi At-thaariq/Journativist

Share :

Baca Juga

Sejarah

Wisata Kuliner Nusantara Orang Eropa di Masa Kolonial

Berita

Arti dan Makna Penting Dasasila Bandung Hasil Komunike Akhir KAA 1955

Sejarah

Perjalanan Sejarah Gedung Dwi Warna Dari Masa ke Masa

Sejarah

Jarang Orang Tahu, Angklung Pernah Tampil 69 Tahun Silam di Acara Konferensi Asia Afrika

Sejarah

Selain Melahirkan Gerakan Non Blok, KAA 1955 Ternyata Pernah Ada Konferensi Mahasiswa Asia-Afrika, Ini Fakta Sejarahnya

Berita

Perangko Dalam Lintasan Sejarah, Saat Pelaksanaan dan Pasca Konferensi Asia Afrika 1955

Sejarah

Udah Tahu Belum? Ini Sejarah Panjang dari Hotel Savoy Homann yang Sempat Jadi Tempat Menginapnya Delegasi KAA 1955

Sejarah

Museum Preanger Penghormatan Untuk CP.Wolff Schoemacker