Rijsttafel sebuah keluarga Belanda di Bandung, Jawa Barat tahun 1936. Foto : Wikipedia.
Pada masa ini, orang-orang dari mancanegara begitu gemar berwisata kuliner di Indonesia dengan berkunjung ke berbagai tempat penyedia makanan seperti restoran, kedai pinggir jalan hingga angkringan kaki lima. Tidak heran, Indonesia sangat cocok menjadi destinasi wisata kuliner karena memiliki begitu banyak makanan khas dan asli. Apabila ditelusuri sejarahnya, kebiasaan berwisata kuliner orang-orang luar negeri di Indonesia sudah ada sejak masa kolonialisme Belanda.
Wisata kuliner masa kolonialisme Belanda tergambar pada hidangan Rijsttafel yang begitu populer pada akhir abad ke-19. Apabila diartikan secara harfiah, Rijsttafel memiliki makna “Meja Nasi”. Hidangan ini berupa sajian berbagai macam masakan tradisional Nusantara dan masakan-masakan Eropa. Rijsttafel sendiri biasa disajikan di hotel-hotel dan restoran-restoran di Hindia-Belanda.
Ahli sejarah kuliner dari Universitas Padjajaran Fadly Rahman berpendapat bahwa pada awalnya, Rijsttafel merupakan hidangan rumahan saja, hingga akhirnya berkembang menjadi hidangan hotel dan restoran seiring dengan semakin banyaknya orang-orang Belanda yang datang ke Hindia-Belanda.
Hidangan Rijsttafel terdiri dari berbagai macam sajian khas Nusantara dan Eropa dan dimakan berdasarkan cara makan orang Eropa dengan menggunakan alat makan seperti sendok dan garpu sembari duduk di atas kursi dan meja. Sajian-sajian khas Nusantara di antaranya nasi, kari Jawa, sambal, sate, berbagai macam sayur dan lain sebagainya. Sedangkan sajian-sajian khas Eropa yaitu frikadel, biefstuk dan smoor.
Hal tersebut sejalan dengan penjelasan Fadly Rahman. Lebih lanjut, Fadly menjelaskan bahwa Rijsttafel merupakan wujud akulturasi budaya makan pribumi dan Belanda. Oleh karena itu, sajian pada Rijsttafel merupakan campuran antara masakan Nusantara dengan Eropa. Jika dilihat kembali, memang agak kurang pas membayangkan makan sayur asem dengan omelet daging. Namun, nyatanya banyak orang Eropa yang suka makan Rijsttafel.
Orang-orang Eropa biasanya memakan hidangan Rijsttafel ketika menginap di hotel-hotel di Hindia-Belanda. Hotel yang menyajikan menu Rijsttafel di antaranya Hotel der Nederland dan Hotel des Indes di Batavia; serta Hotel Savoy-Homann dan Hotel Preager di Bandung.
Mereka yang berasal dari Belanda, Inggris dan lainnya begitu antusias menyantap hidangan Rijsttafel. Beberapa dari mereka sampai menuliskan pengalamannya menyantap Rijsttafel di Hindia-Belanda. Augusta de Wit seorang turis Belanda bercerita bahwa dirinya merasa kepedasan ketika menyantap sajian nasi dengan sambal pada menu Rijsttafel. Pengalaman serupa juga diceritakan oleh Anna Forbes seorang turis Skotlandia ketika berkunjung ke Hotel der Nederlanden di Batavia.
Kejayaan Rijsttafel sayangnya menemui akhirnya pada pertengahan abad ke-20. Penjajahan Jepang dan upaya dekolonisasi pasca kemerdekaan akhirnya memudarkan budaya makan yang sempat berjaya di Hindia-Belanda ini. Namun, cita rasa Rijsttafel masih bisa dirasakan saat ini di restoran-restoran yang mengusung konsep kebudayaan Indis seperti Rijsttafel Resto di Bandung.
Penulis : Salman Ravi At-thaariq/ Journativist